Musik Online

Selasa, 27 September 2011

Hati Nurani

BAB I
PENDAHULUAN

1.1     Latar Belakang
Etika adalah sebuah refleksi kritis dan rasional tentang nilai, ajaran dan pandangan-pandangan moral. Moralitas adalah ajaran yang berlaku di masyarakat, yang menjadi obyek kajian etika. Sumber moralitas macam-macam, ada yang berasal dari akal, dari agama, dari hukum, dan dari kebiasaan yang dikembangkan. Dan tak lepas pula peran hati nurani; hati nurani ikut serta menentukan wujud dan arah moralitas. Sebab itu hati nurani merupakan salah satu obyek kajian filsafat Etika.
    Menurut para sufi, manusia adalah mahluk Allah yang paling sempurna di dinia ini. Hal ini, seperti yang dikatakan Ibnu'Arabi manusia bukan saja karena merupakan khalifah Allah di bumi yang dijadikan sesuai dengan citra-Nya, tetapi juga karena ia merupakan mazhaz (penampakan atau tempat kenyataan) asma dan sifat Allah yang paling lengkap dan menyeluruh. Diantara makhluk hidup yang lain, manusia di pandang sebagai makhluk yang mempunyai banyak kelebihan. Di dalam hati kita sesungguhnya tempatnya pusat ketenangan, kedamaian,kesehatan, dan kebahagiaan sejati yang hakiki. Bahkan hati kita merupakan cerminan dari diri dan hidup kita secara keseluruhan. Di dalam hati terdapat sumber kesehatan fisik, kekuatan mental, kecerdasan emosional, serta penuntun bagi manusia dalam meraih kemajuan spiritualnya.
    Hati menjadi tempat di mana sifat-sifat mulia dari Allah swt Sang Pencipta Kehidupan bersemayam. Hati adalah tempat dimana semua hal yang terindah, semua hal yang terbaik, hal yang termurni, dan tersuci berada di dalamnya. Di dalam kitab suci Al-Qur'an, secara jelas Allah swt telah menyampaikan bahwa manusia dianugerahi akal untuk berpikir dan memecahkan masalah serta dianugerahi hati untuk memahami realitas.
    Manusia makhluk yang memiliki karakteristik sikap, prilaku dan tingkah laku yang berbeda – beda. Prilaku, tingkah laku maupun sikap manusia terkadang bersumber dari manusia, pada satu keadaan dan waktu yang sama, adalah seorang mahluk penyendiri dan mahluk sosial. Sebagai mahluk penyendiri ia berusaha untuk melindungi keberadaannya dan yang terpenting untuknya adalah memuaskan keinginan pribadinya, dan untuk mengembangkan bakatnya. Sebagai mahluk sosial, ia berusaha untuk memperoleh pengakuan dan dicintai oleh sesama manusia, untuk membagi kebahagiaan, untuk membuat nyaman mereka di kala sedih, di hormati orang lain dan untuk meningkatkan taraf hidup. Hanya saja eksistensi dari hal-hal tersebut sangat bergantung, kadang bertentangan, bergantung pada karakter pribadi manusia tersebut dan kombinasi khusus tersebut menentukan sampai sejauh mana seseorang dapat mencapai keseimbangan pribadi dan dapat memberikan sumbangan bagi kehidupan masyarakat.
Dalam kehidupan sehari-hari, saat kita ada pikiran untuk melakukan hal-hal yang menyimpang dari kebaikan, kita akan merasakan satu sisi hati kita akan membisikkan larangan agar tidak melakukan niat pikiran buruk kita tadi, namun sekejap kemudian ada bisikan hati yang lain untuk membujuk agar kita tetap melakukan niat hati yang semula. Saat niat semula belum terlaksana, seolah-olah ada perseteruan dalam hati, antara yang membujuk agar terlaksana dan yang melarang agar tujuan tidak terlaksana.
Untuk menghindarkan diri dari perbuatan dosa karena perbuatan buruk maka kita harus mendengarkan bisikan hati nurani. Saat terjadi perseteruan isi hati antara hati nurani kita dengan bisikan hati yang mengajak keburukan, maka segera kuatkanlah kesadaran utama kita untuk mengikuti bisikan hati nurani yang jelas-jelas akan membawa kita melakukan hal-hal yang benar. Sebagai contoh, saat kita berpikir untuk berbohong demi menutupi perbuatan buruk kita, maka hati nurani akan membisikkan larangan untuk tidak berbohong.
Saat manusia sudah tidak mau mendengarkan hati nuraninya, niscaya akan selalu melakukan hal yang tidak benar, hanya saja kita tetap bersyukur karena hati nurani kita tidak bosan-bosannya menyertai dan membimbing kita sepanjang hidup kita. Diantara kalimat yang paling sering kita dengar  adalah “hati nurani”.
Dalam teminologi Arab, nurani disebut dengan dhamir, istilah dhamir ini di pahami sebagai perasaan kejiwaan yang berperan aktif dalam diri sebagai pengontrol(provost), yang memerintah untuk melaksanakan kewajiban dan menjauhi larangan, ketika dirim dalam kebaikan dan sebalik nya akan melahirkan rasa sedih, dan tertekan bila diri dalam kemungkaran dan kejelekan.
Ketika kita berbohong dengan orang lain misalnya, bisa jadi manusia tidak pernah tahu tentang kebohongan kita tetapi nurani(dhamir) kita yang hidup akan melahirkan perasaan bersalah dan tertekan karena dosa tersebut. Di samping itu, pelakunya tidak menyukai orang lain tahu perbuatan tersebut Artinya, nurani kita akan menolak saat kita hendak melakukan perbuatan dosa sekecil apapun.

1.2 Tujuan
·    Memberikan penjelasan dan pengertian tentang arti dari hati nurani
·    Memberikan contoh – contoh prilaku yang baik
·    Memberikan penjelasan tentang  pembagian hati nurani
·    Memberikan penjelasan tentang fungsi  dari hati nurani

1.3 Manfaat
Agar kita dapat melakukan penghayatan tentang baik dan buruk yang berhubungan dengan tingkah laku kita, dan memilki rasa kesadaran yang dimaksudkan untuk bisa lebih mengenal dirinya sendiri.

BAB II
PEMBAHASAN

v    Pengertian Hati Nurani
Dalam bahasa Inggris, hati nurani artinya consciece. Kalau kata consciece diterjemah balik maka artinya menjadi suara hati, kata hati atau hati nurani. Berdekatan dengan kata conscience, ada kata conscious. Conscious artinya sadar, berkesadaran, atau kesadaran. Disamping kedua kata ini, ada satu lagi yang berdekatan maknanya yaitu intuition, intuition artinya gerak hati, lintasan hati, gerak batin.
Etimologi dari kata Yunani suneidêsis (padanan katanya dalam bahasa Latin conscientia) memberi kesan bahwa artinya yang biasa ialah pengetahuan pendamping, atau kecakapan untuk pengetahuan bersama dengan dirinya sendiri. Dengan kata lain, hati nurani mengandung dalamnya lebih daripada hanya kesadaran atau penginderaan, karena kata ini mencakup juga penghakiman atas suatu perbuatan yang dilakukan dengan sadar.
Dalam Alkitab, kita mengenal kata Yunani "συνειδησις - suneidêsis" (padanan katanya dalam bahasa Latin conscientia, kata dari mana kita kenal kata "conscience" dalam bahasa Inggris) memberi kesan bahwa artinya yang biasa ialah pengetahuan pendamping, atau kecakapan untuk pengetahuan bersama dengan dirinya sendiri. Kata dalam bahasa Indonesia "hati-nurani" menyerap dari kata serapan Arab "nurani" (terang, ada cahayanya), sehingga kata ini menjadi sangat indah yang bermakna "cahayanya hati".
Dengan kata lain, hati-nurani mengandung dalamnya lebih daripada hanya kesadaran atau penginderaan, karena kata ini mencakup juga penghakiman (dalam Alkitab memang penghakiman moral) atas suatu perbuatan yang dilakukan dengan sadar.
Menurut bahasa, kata nurani berasal dari kata nuurun dan ainii  berarti cahaya mata saya. Menurut Istilah, yaitu partikel kecil (microchip) hidayah yang diamanatkan oleh Allah. Dengannya secara fitrah, manusia bisa mengenali dirinya dan Tuhannya. Mengetahui yang benar dan yang salah. Rasulullah Saw bersabda, “Mintalah fatwa dari hati nurani kita, kebenaran adalah apabila nurani dan jiwamu tenang terhadapnya sementara dosa apabila hati mu gelisah” (HR.Ahmad).
Ini tentunya terjadi apabila hati nurani berfungsi dengan baik, dalam keadaan hidup dan sehat. Ketika kita berbohong dengan orang lain misalnya, bisa jadi manusia tidak pernah tahu tentang kebohongn kita tetapi nurani sehat kita akan melahirkan perasaan bersalah dan tertekan karena dosa tersebut. Rasulullah Saw mendefiniskan dosa sebagai "sesuatu yang akan  menimbulkan perasaan yang tidak nyaman dan tertekan dalam hati. Di samping itu, pelakunya tidak menyukai orang lain tahu perbuatan tersebut." Artinya, nurani kita akan menolak saat kita hendak melakukan perbuatan dosa sekecil apapun.
Nurani dalam diri manusia berfungsi sebagai kotak hitam (black box) untuk merekam segala cerita dan kejadian hidup. Dimensi waktunya mencakup waktu dulu dan yang sedang terjadi sekarang. Selain itu nurani berfungsi sebagai ‘radar’ untuk mendeteksi pengaruh baik dan buruk yang datang dari dalam maupun luar diri manusia, yang kemudian disesuaikan dengan mengikuti fitrahnya, yaitu menerima kebenaran dari Allah.
Semua kejadian bisa diingat oleh hati nurani, karena hati nuranilah yang kelak akan menjadi saksi di hadapan Allah. Firman Allah: “Maka apakah dia tidak mengetahui apabila dibangkitkan apa yang ada di dalam kubur, dan dilahirkan apa yang ada di dalam dada” (QS. al-Adiyat: 9 -10). Jadi, hati nurani memiliki nuur (ber-cahaya), tidak menyilaukan tapi memberi penerangan sebagai petunjuk.
Oleh karena itu, ketika hati nurani dibelenggu hawa nafsu, hati nurani bisa kehilangan ruh-nya, cahayanya semakin pudar sehingga pada akhirnya tidak dapat membedakan halal dan haram. Dalam keadaan seperti itu, manusia disebut buta yang sebenar-benarnya karena mata jika tertutup menjadi gelap tidak tahu halal dan haram. Orang yang secara lahiriyah tidak dapat melihat tapi mata hatinya bening maka ia lebih baik dari orang yang buta mata hati. Oleh karena itu buta yang sebenarnya adalah buta adalah buta mata hati (hati nurani) bukan buta mata kepala (Lihat: QS. al-Hajj [22]: 46).
Nurani ada dalam ranah spiritual, kematian nurani merupakan krisis spiritual. Beberapa ahli psikologi menyebutkan fenomena ini dengan beberapa istilah, seperti spritual alienation (keengganan spirtual), spiritual illness(penyakit hati), spiritual emergency (krisis spiritual). Krisis spiritual berlanjut pada eksistensi diri sebagaimana disebut Carl Gustav Jung sebagai existensial liness (krisis eksistensi). Semua ini bermuara pada semakin lemahnya kecenderungan dan kemampuan manusia dalam mengenal Tuhannya dengan segala perintah dan larangan-Nya. Dalam bahasa sederhana, bisa dikatakan sebagai proses lemahnya iman kepada Tuhan. Inilah sebenarnya pemasalahan kita semua yang telah melahirkan berbagai krisis.
Iman adalah kata kunci dalam setiap permasalahan nurani dan spritualitas. Karena iman bagi spritualitas adalah ibarat air bagi tanaman. Sementara spiritualitas yang sehat dengan iman yang kuat dan benar akan menghidupkan nurani.
Iman yang bagaimana? Tentu saja bukan sekadar mengimani bahwa Tuhan itu ada. Iman dalam arti taat dan patuh pada tuntunan Allah dan Rasul-Nya dan bisa menjadi kontrol bagi perilakunya. Rasulullah Saw bersabda, “Apabila Allah mencintai seseorang hamba, Dia menjadikan baginya pemberi nasehat dari jiwanya dan pengingat dari hatinya yang memerintahnya dan melarangnya” (HR. Ahmad). Itulah nurani yang hidup dengan iman. Iman akan tetap terjaga dalam hati dengan menghidupkan rasa muraqabatullah (perasaan selalu diawasi Allah). Sebuah rasa yang lahir dari keyakinan bahwa tidak ada satupun di alam semesta ini yang luput dari ilmu Allah. “Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada dilangit dan apa yang ada dibumi? Tidak ada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tidak ada (pembicaraan antara) lima orang melainkan Dia-lah yang keenam” (QS.Al-Mujaadalah: 7).
Pengawasan melekat inilah kontrol yang paling efektif. Dan perlu diketahui bahwa manusia bukanlah malaikat yang suci dari perbuatan dosa. Orang beriman dan hati nuraninya hidup bukanlah orang suci yang tidak pernah terbersit dalam hati niat salah atau jahat. Manusia adalah makhluk yang mempunyai nuarani tapi juga hawa nafsu. Dan orang yang beriman adalah orang yang bisa mengontrol perilakunya dari terjerumus dalam lembah dosa dan kenistaan. Firman Allah dalam surah Ali-Imran ayat: 135: “Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau zalim, mereka ingat Allah, lalu memohon ampun  terhadap dosa-dosanya dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan dosa mereka sedang mereka mengetahui.
Apabila kita mau mendengar suara dan bisikan nurani, maka hidup kita akan penuh hidayah, rahmah, maghfirah, dan makrifat. Oleh karena itu, marilah kita pelihara hati nurani kita dengan baik sesuai dengan sunnatullah dan fitrahnya sebagai wujud rasa syukur atas karunia terindah yang Allah anugerahkan tersebut, dan memohon perlindungan dari Yang Maha Kuat, Allah Swt. Wallahu A'lam.
Hati nurani merupakan penerapan kesadaran moral yang tumbuh dan berkembang dalam hati manusia dalam situasi konkret. Suara hati menilai suatu tindakan manusia benar atau salah , baik atau buruk. Hati nurani tampil sebagai hakim yang baik dan jujur, walaupun dapat keliru.
Dalam hati, manusia sebelum bertindak atau melakukan sesuatu , ia sudah mempunyai kesadaran atau pengetahuan umum bahwa ada yang baik dan ada yang buruk. Setiap orang memiliki kesadaran moral tersebut, walaupun kadar kesadarannya berbeda – beda. Pada saat-saat menjelang suatu tindakan etis, pada saat itu kata hati akan mengatakan perbuatan itu baik atau buruk. Jika perbuatan itu baik, kata hati muncul sebagai suara yang menyuruh dan jikaperbuatan itu buruk, kata hati akan muncul sebagai suara yang melarang. Kata hati yang muncul pada saat ini disebut prakata hati.
Pada saat suatu tindakan dijalankan, kata hati masih tetap bekerja, yakni menyuruh atau melarang. Sesudah suatu tindakan, maka kata hati muncul sebagai “hakim” yang memberi vonis. Untuk perbuatan yang baik, kata hati akan memuji, sehingga membuat orang merasa bangga dan bahagia. Namun, jika perbuatan itu buruk atau jahat, maka kata hati akan menyalahkan, sehingga, orang merasa gelisah, malu, putus asa, menyesal.
Hati Nurani merupakan wakil suara Tuhan yang menyelidiki, bersaksi dan berbicara, memberikan perintah dan peringatan ,serta menghakimi orang yang berbuat dosa. Namun hati nurani tetap tidak pernah mutlak, karena hati nurani tetap adalah ciptaan, dan yang mutlak hanyalah Allah itu sendiri.
Pada saat Allah menciptakan manusia maka Allah memberikan Hati Nurani kepada manusia, ini adalah salah satu keunikan yang Allah berikan kepada manusia dibandingkan makhluk ciptaan lainnya, karena manusia diciptakan menurut gambar dan peta teladan Allah, sehingga dengan adanya hati nurani ini maka manusia mempunyai nilai moral.
Dan Allah menciptakan fungsi hati nurani yang bersifat netral pada saat pertama kali diciptakan, namun semenjak kejatuhan manusia ke dalam dosa maka suara hati nurani manusia sudah tidak mungkin netral lagi.Oleh karena sejak kejatuhan manusia ke dalam dosa maka hal tersebut merusak semua aspek manusia termasuk hati nurani.
Melakukan sesuatu yang melanggar hati nurani adalah tidak benar dan merupakan hal yang tidak aman dan berbahaya sekali. Begitu hidup Luther melukiskan dinamika emosi semacam ini pada waktu ia mempergunakan istilah "ditawan". Hati nurani dapat bekerja secara penuh di dalam diri manusia. Pada saat manusia dipegang oleh suara hati nurani sehingga menghasilkan kekuatan maka dengan sendirinya timbul keberanian yang luarbiasa. Hati nurani yang ditawan oleh Firman Allah adalah hati nurani yang anggun dan berdinamika.
Saat kejahatan semakin merajalela, saat ekonomi belum juga mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat, Karena ia hanya menjadi eksploitasi bisnis demi keuntungan pribadi dan kelompok. Ketika kemiskinan dan kesejahteraan hanya menjadi bahan seminar dan diskusi karena belum mampu melahirkan sikap keberpihakan  pada rakyat yang menderita.
Ketika kita harus memilih di dalam bidang moral maka nyatalah fungsi hati nurani sangat rumit. Hukum Allah memang tidak berubah untuk selamanya. Namun disamping taat kepada hukum-hukum ini kita juga perlu mengusahakan agar hukum-hukum ini mencapai keharmonisan dalam hati kita. Standar dari organ intern ini disebut "hati nurani".
Ada orang melukiskan suara intern yang samar-samar ini sebagai suara Allah di dalam diri manusia. Memang hati nurani merupakan bagian yang sangat mistik di dalam diri manusia. Di dalam hati nurani manusia, yaitu tempat yang sangat tersembunyi terdapat keberadaan pribadi, karena ini bersifat tersembunyi sehingga kita sangat sulit mengenal fungsinya.
Nurani adalah sebuah bakat, kemampuan, intuisi, atau penilaian dari intelek, yang membedakan apakah calon tindakan seseorang benar atau salah dengan mengacu pada norma-norma (prinsip-prinsip dan aturan-aturan) atau nilai-nilai.
Dalam istilah psikologi nurani sering digambarkan sebagai perasaan yang mengarah ke penyesalan ketika manusia melakukan hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai moral, dan perasaan moral atau integritas kapan tindakan sesuai dengan norma-norma tersebut.
Namun kita harus memandang hati nurani sebagai sesuatu yang bersifat sorgawi, sesuatu yang berhubungan dengan Allah dan bukanlah organ yang berasal dari neraka. Mari kita membayangkan tokoh di dalam film kartun, pada waktu ia diperhadapkan untuk memilih dalam bidang moral maka ada malaikat dan setan, yang masing-masing hinggap di kiri kanan bahunya. Keduanya berusaha menarik dia seperti menarik gergaji untuk memperoleh otak manusia yang malang ini.
Hati nurani dapat merupakan suara dari sorga dan juga dapat berasal dari neraka. Dia mungkin berbohong, juga mungkin mendorong kita mencapai kebenaran. Dua macam hal yang dapat keluar dari satu mulut. Jika bukan melakukan tuduhan maka ia melakukan pengampunan.Meskipun hati nurani bukan hakim tertinggi di dalam prinsip moral, namun melakukan sesuatu yang melanggar hati nurani tetap suatu hal yang berbahaya.
Ingatlah pada waktu Martin Luther di dalam sidang Worms menghadapi tekanan moral yang luar biasa besarnya dan gentar di tengah kepahitan yang optimal itu. Ada orang menganjurkan untuk menyerahkan iman, maka di antara jawabannya terdapat, "Hati nuraniku telah ditawan oleh Firman Allah."
"Bertindak melanggar hati nurani adalah tidak benar dan bahaya." Benarkah kalimat Luther ini? Kita harus berhati-hati menjelajahinya sehingga dapat mencegah langkah-langkah yang dapat melukai jari kaki kita yang berjalan di tepi pisau cukur kriteria moral ini.
Jikalau hati nurani mungkin disalahtafsirkan atau salah arah mengapa kita harus tidak berani bertindak melanggarnya? Apakah kita harus masuk ke dalam dosa karena mengikuti hati nurani? Kita berada di tengah-tengah kedua bahaya ini sehingga bergerak, maju maupun mundur.
Iman adalah kata kunci dalam setiap permasalahan nurani dan spritualitas. Karena iman bagi spritualitas adalah ibarat air bagi tanaman. Sementara spirtualitas yang sehat dengan iman yang kuat dan benar akan menghidupkan nurani. Untuk itu, menghidupkan nurani harus dengan menghidupkan keimanan kita kepada Allah dalam diri kita. Orang beriman adalah orang yang hidup hati nuraninya.
Orang legalis selalu menitikberatkan penguasaan dosa, sedangkan orang antilegalis selalu secara diam-diam menyangkal dosa. Hati nurani adalah semacam alat yang rumit yang harus kita hargai. Jikalau seseorang mau mempengaruhi hati nurani orang lain maka ia menghadapi tugas berat, ia harus memelihara kepribadian orang lain menjadi sempurna seperti pada saat diciptakan Allah.
Jikalau kita mempersalahkan orang lain dengan penghakiman yang bersifat memaksa dan tidak benar maka kita mengakibatkan tetangga kita terikat kaki tangannya berarti kita memberikan rantai kepada mereka yang sudah dibebaskan Allah. Tetapi jikalau kita secara paksa mengakibatkan orang berdosa, menganggap diri tidak bersalah maka kita akan mendorong mereka lebih terjerumus ke dalam dosa. Dan akan menerima hukum Allah yang seharusnya dapat dihindarkan.
Untuk menghindarkan diri dari perbuatan dosa karena perbuatan buruk maka kita harus mendengarkan bisikan hati nurani. Saat terjadi perseteruan isi hati antara hati nurani kita dengan bisikan hati yang mengajak keburukan, maka segera kuatkanlah kesadaran utama kita untuk mengikuti bisikan hati nurani yang jelas-jelas akan membawa kita melakukan hal-hal yang benar.
Sebagai makhluk yang tak berwujud layaknya akal dan roh, tidak ada penjelasan yang benar-benar pasti di mana hati ini bersemayam. Meskipun tidak dapat dilihat, kita pasti bisa merasalkan keberadaan hati ini. Secara umum, kehadiran hati dapat dirasakan dari berbagai perasaan yang datang silih berganti, seperti sedih, kecewa, marah, senang, gembira, suka, dan lain-lain. Lebih dalam lagi keberadaan hati bisa kita rasakan saat kita harus membuat keputusan, saat akal tak mampu menalar.
Ketika hati mendorong untuk melakukan perbuatan tercela ia akan menjelma menjadi nafsu. Sementara saat hati mendorong untuk melakukan kebajikan, ini disebut hati nurani. Ini untuk membedakan hati nurani dengan nafsu.
Mengapa disebut hati nurani? Nurani berasal dari kata nur yang artinya cahaya. Jadi hati nurani adalah hati yang diberi cahaya. Terkadang sepercik cahaya dari akal tidak cukup menerangi gelapnya kehidupan ini, ibarat lilin yang dipaksa untuk menerangi seluruh kota. Untuk itu, kita membutuhkan penerangan yang memiliki daya jangkau yang lebih luas. Hati nurani mempunyai kemampuan menerangi yang jauh melampaui kekuatan akal. Sebagai contoh, teman-teman yang kecanduan rokok. Nafsu untuk terus merokok telah membutakan akal mereka bahwa merokok akan menyebabkan mereka mati. Akal kita pun seperti tak berfungsi sehingga peringatan yang tertulis jelas di setiap bungkus rokok menjadi 'tidak terbaca.

v     Agama, sekuler dan filosofis pandangan tentang hati nurani
Meskipun manusia tidak memiliki definisi yang diterima secara umum atau universal hati nurani kesepakatan tentang perannya dalam etika pengambilan keputusan, tiga pendekatan yang tumpang tindih membahas isu-isu ini secara signifikan:
1.    Pandangan agama
2.    Sekuler tinjauan
3.    Filosofis tinjauan
Agama tinjauan
Agama kepercayaan, Filsafat agama, dan Spiritualitas
Buddha, Gandhara, abad ke-2 Masehi. Buddha nurani dihubungkan dengan belas kasihan bagi mereka yang harus bertahan ngidam dan penderitaan di dunia sampai perilaku yang tepat berpuncak pada kesadaran dan kanan kanan kontemplasi.
Dalam beberapa Hindu yang diturunkan dari spiritual sistem (misalnya dinyatakan dalam Upanisad, Brahma Sutra dan Bhagavad Gita), hati nurani adalah atribut label yang diberikan untuk menyusun pengetahuan tentang kebaikan dan kejahatan, tetapi juga baik dan yang jahat, bahwa jiwa memperoleh dari penyelesaian tindakan dan akibatnya penambahan karma lebih banyak, banyak hidup. Menurut Adi Shankara dalam Vivekachudamani tindakan yang benar secara moral (dicirikan sebagai dengan rendah hati dan penuh kasih melakukan tugas utama baik kepada orang lain tanpa mengharapkan imbalan materi atau spiritual), membantu " memurnikan hati "dan memberikan ketenangan mental, tetapi itu saja tidak memberi kita" persepsi langsung dari Realitas ". Hal ini memerlukan pengetahuan diskriminasi antara yang abadi dan bukan abadi dan akhirnya sebuah kesadaran dalam kontemplasi yang sejati menggabungkan diri individu di seluruh alam semesta dari kesadaran murni.
Marcus Aurelius fragmen perunggu, Louvre, Paris: "Untuk berpindah dari satu tindakan tidak mementingkan diri sendiri lain dengan Allah dalam pikiran. Hanya ada di sana, senang dan keheningan."
Dalam Zoroaster iman, setelah mati jiwa harus menghadapi penghakiman pada Jembatan Pemisah; sana, kejahatan orang yang tersiksa oleh penolakan sebelum mereka sendiri yang lebih tinggi dari alam, atau hati nurani, dan "untuk semua waktu akan mereka menjadi tamu untuk Rumah Kebohongan. The cina konsep Ren, menunjukkan bahwa hati nurani, bersama dengan etika sosial dan hubungan yang benar, membantu manusia untuk mengikuti The Way (Tao) suatu cara hidup yang mencerminkan implisit kemampuan manusia untuk kebaikan dan harmoni.
Hati nurani juga fitur menonjol dalam Buddhisme. Dalam Pali suci, misalnya, Buddha menghubungkan aspek positif nurani hati yang murni dan yang tenang, baik pikiran diarahkan: "saat pikiran berhadapan dengan kebenaran, cerlang diri percikan pemikiran dinyatakan pada inti diri kita dan, dengan analogi, semua realitas. Sang Buddha nurani juga dikaitkan dengan rasa kasihan bagi mereka yang harus bertahan ngidam dan penderitaan di dunia hingga berujung pada perilaku tepat mindfulness kanan dan kanan kontemplasi. Santideva (685-763 M) menulis dalam merujuk ke Bodhicaryavatara (yang disusun dan disampaikan di India utara besar universitas Buddhis Nalanda) dari pentingnya spiritual menyempurnakan kebajikan seperti kedermawanan, kesabaran dan pelatihan kesadaran untuk menjadi seperti sebuah "balok kayu" ketika tertarik dengan sifat buruk seperti kesombongan atau hawa nafsu, maka orang dapat terus maju menuju pemahaman yang benar dalam penyerapan meditatif. Nurani sehingga mewujud dalam Buddhisme sebagai egois cinta untuk semua makhluk hidup yang secara bertahap mengintensifkan dan pikiran untuk membangunkan kesadaran yang lebih murni.
Para Kaisar Romawi Marcus Aurelius menulis dalam Meditations bahwa hati nurani adalah kemampuan manusia untuk hidup berdasarkan prinsip-prinsip rasional yang kongruen dengan benar, tenang dan harmonis alam pikiran kita dan dengan demikian bahwa Alam Semesta itu sendiri: "Untuk berpindah dari satu tindakan tak mementingkan diri sendiri lain dengan Allah dalam pikiran. Hanya ada di sana, kesenangan dan keheningan ... satu-satunya penghargaan dari keberadaan kita di sini adalah karakter dan tidak mementingkan diri sendiri tidak dicemarkan tindakan.
Islam konsep Taqwa terkait erat dengan hati nurani. Dalam Al Qur'an ayat 2:197 & Taqwa 22:37 merujuk kepada "benar melakukan" atau "kesalehan", "menjaga diri sendiri" atau "mengawal melawan kejahatan". Al-Qur'an ayat 47:17 mengatakan bahwa Allah adalah sumber utama dari orang percaya Taqwa yang bukan hanya produk individu, tapi memerlukan inspirasi dari Tuhan. Dalam Al Qur'an ayat 91:7-8, Allah, Yang Mahakuasa, berbicara tentang bagaimana Dia telah menyempurnakan jiwa, hati nurani, dan telah mengajarkan hal yang salah (fujoor) dan kanan (Taqwa). Oleh karena itu, kesadaran dan kebajikan adalah wakil pre-built ke dalam mekanisme jiwa, yang memungkinkan untuk diuji secara adil dalam kehidupan dunia ini, dan mencoba, bertanggung jawab pada hari penghakiman atas tanggung jawab kepada Allah dan semua manusia.
Al-Qur'an ayat negara 49:11-13: "Hai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari laki-laki dan perempuan dan merupakan Anda ke dalam kelompok dan masyarakat yang berbeda, sehingga Anda dapat datang untuk mengenal satu sama lain-yang paling mulia di antara kamu, di pandangan Allah, adalah orang-orang yang memiliki taqwa.
 Dalam Islam, menurut teolog terkemuka seperti Al-Ghazali, meskipun peristiwa pra-ditahbiskan (dan ditulis oleh Allah dalam al-Lawh al-Mahfuz, yang diawetkan Tablet), manusia memiliki kehendak bebas untuk memilih antara salah dan benar, dan dengan demikian bertanggung jawab atas tindakan mereka; hati nurani menjadi dinamis hubungan pribadi dengan Tuhan ditingkatkan oleh pengetahuan dan berlatih dari Lima Rukun Islam, perbuatan kesalehan, pertobatan, disiplin diri dan doa, dan hancur dan metaforis tertutup kegelapan melalui tindakan berdosa. Marshall Hodgson menulis tiga volume pekerjaan: The Venture of Islam: Nurani dan Sejarah dalam Peradaban Dunia.
Dalam tradisi Kristen, John Calvin melihat hati nurani sebagai medan pertempuran: musuh-musuh yang bangkit dalam hati nurani kita melawan Kerajaan-Nya dan menghalangi keputusan-Nya membuktikan bahwa takhta Allah tidak mapan di dalamnya ". Banyak orang Kristen hal berikut ini hati nurani seseorang sama pentingnya dengan, atau bahkan lebih penting daripada manusia mematuhi otoritas. Sebuah pandangan Kristen fundamentalis hati nurani mungkin misalnya: "Tuhan memberi kita hati nurani kita sehingga kita akan tahu kapan kita istirahat Hukum-Nya; rasa bersalah kita rasakan ketika kita melakukan sesuatu yang salah mengatakan kepada kita bahwa kita perlu bertobat.
Hal ini dapat kadang-kadang (seperti dengan konflik antara William Tyndale dan Thomas More di atas terjemahan Alkitab ke dalam bahasa Inggris) memimpin quandaries moral: "Apakah saya tanpa syarat taatilah Gereja / pastor / militer / pemimpin politik, atau apakah saya mengikuti perasaan batin saya sendiri benar dan salah seperti yang diinstruksikan oleh doa dan pribadi dari bacaan alkitab? Beberapa kontemporer gereja-gereja Kristen dan kelompok agama terus ajaran-ajaran moral dari Sepuluh Perintah Allah, atau Yesus, sebagai otoritas tertinggi dalam situasi apa pun, terlepas dari sejauh mana tanggung jawab melibatkan rinci oleh undang-undang.
Dalam Injil Yohanes (7:53-8:11) (King James versi) Yesus menantang orang-orang yang menuduh wanita perzinahan menyatakan: " 'Dia yang tanpa dosa di antara kamu, hendaklah ia yang pertama melemparkan batu kepada perempuan itu." Dan lagi ia membungkuk, dan menulis di tanah. Dan mereka yang mendengar itu, dinyatakan bersalah oleh hati nurani mereka sendiri, keluar satu per satu "(lihat Yesus dan perempuan yang berzina).
Dalam Injil Lukas (10: 25-37) Yesus menceritakan kisah tentang bagaimana seorang hina dan sesat Samaria (lihat Perumpamaan Orang Samaria yang Baik) yang (karena kasihan dan hati nurani) membantu orang asing yang terluka di samping jalan, memenuhi syarat lebih baik bagi kehidupan kekal dengan mencintai sesama, daripada seorang imam yang melewati di sisi lain.
Dilema ini ketaatan pada hati nurani ilahi atau hukum negara, telah didemonstrasikan secara dramatis di Antigone 's bertentangan dengan Raja Creon' s rangka melawan mengubur adiknya yang dituduh pengkhianat, merujuk pada "hukum tidak tertulis" dan untuk sebuah "lagi kesetiaan kepada orang mati daripada kepada yang masih hidup ".
Katolik teologi melihat hati nurani sebagai "penghakiman alasan yang pada saat yang tepat melarang [orang] untuk berbuat baik dan menghindari kejahatan". Katolik dipanggil untuk memeriksa hati nurani mereka sehari-hari, dan dengan perawatan khusus sebelum pengakuan. Dalam ajaran Katolik saat ini, "Manusia mempunyai hak untuk bertindak sesuai dengan hati nurani dan dalam kebebasan sehingga secara pribadi untuk membuat keputusan moral. Dia tidak boleh dipaksa untuk bertindak bertentangan dengan hati nuraninya. Juga harus dia dicegah dari bertindak sesuai dengan hati nuraninya , terutama dalam masalah agama ". Hak ini tidak hati nurani Namun, hanya mengizinkan seseorang ringkasnya tidak setuju dengan gereja yang mengajar dan mengklaim bahwa mereka bertindak sesuai dengan nuraninya:" Itu bisa terjadi bahwa kesadaran moral tetap dalam ketidaktahuan dan membuat penilaian yang keliru mengenai tindakan yang akan dilakukan atau sudah berkomitmen ... Ketidaktahuan ini sering kali dapat diperhitungkan tanggung jawab pribadi ... Dalam kasus tersebut, orang itu bersalah karena kejahatan ia melakukan.
Dalam situasi tertentu yang melibatkan individu keputusan pribadi yang bertentangan dengan hukum gereja, beberapa pendeta bergantung pada penggunaan forum internal solusi. Namun, Gereja Katolik telah memperingatkan bahwa "penolakan terhadap otoritas Gereja dan mengajar ... bisa berada di sumber kesalahan dalam penghakiman dalam moral perilaku".
Yudaisme boleh dibilang tidak memerlukan ketaatan tanpa kompromi otoritas keagamaan; kasus telah dibuat bahwa sepanjang sejarah Yahudi rabi memiliki undang-undang dielakkan mereka menemukan banyak sekali, seperti hukuman mati. [37] Demikian pula, meskipun keasyikan dengan takdir nasional telah menjadi pusat Yahudi iman (lihat Zionisme) banyak sarjana (termasuk Moses Mendelssohn) menyatakan bahwa hati nurani sebagai wahyu pribadi tentang kebenaran Kitab Suci adalah tambahan yang penting bagi Talmud tradisi. Konsep cahaya batin dalam Agama Society of Friends atau Quakers berhubungan dengan hati nurani.
Freemasonry menggambarkan dirinya sebagai menyediakan tambahan bagi agama dan simbol-simbol kunci ditemukan di sebuah Freemason Lodge adalah persegi dan kompas dijelaskan sebagai pelajaran yang menyediakan Mason harus "persegi tindakan mereka dengan alun-alun hati nurani", belajar untuk "membatasi keinginan mereka dan menjaga nafsu mereka dalam batas-batas karena terhadap semua umat manusia."
Sejarawan Manning Clark dilihat hati nurani sebagai salah satu penghibur bahwa agama ditempatkan antara manusia dan kematian, tapi juga bagian penting dari upaya untuk mendorong rahmat, misalnya, oleh Kitab Ayub dan Kitab Pengkhotbah, memimpin kita untuk menjadi paradoks yang paling dekat dengan kebenaran ketika kami menduga bahwa apa yang paling penting dalam hidup ( "berada di sana ketika semua orang tiba-tiba mengerti apa itu semua karena") tidak pernah terjadi.
Leo Tolstoy, setelah satu dekade mempelajari masalah (1877-1887), berpendapat bahwa satu-satunya kekuatan yang mampu melawan kejahatan yang terkait dengan kedua materialisme dan dorongan untuk kekuatan sosial dari lembaga-lembaga keagamaan, adalah kemampuan manusia untuk mencapai kebenaran rohani individu melalui akal dan hati nurani. Banyak tokoh agama juga karya-karya tentang hati nurani filosofis memiliki komponen yang signifikan: contoh karya-karya Al-Ghazali, Ibnu Sina, Aquinas, Joseph Butler dan Dietrich Bonhoeffer  (semua dibahas dalam bagian pandangan filosofis).
Pendekatan sekuler hati nurani termasuk psikologis, fisiologis, sosiologis, kemanusiaan dan otoriter pandangan. Lawrence Kohlberg dianggap kritis hati nurani untuk menjadi tahap psikologis yang penting dalam perkembangan moral yang benar dari manusia, berhubungan dengan kemampuan untuk secara rasional mempertimbangkan prinsip-prinsip tanggung jawab, yang terbaik di didorong oleh hubungan yang sangat muda dengan humor personifikasi (seperti Jiminy Cricket) dan kemudian di remaja oleh perdebatan tentang dilema moral individu yang bersangkutan. Erik Erikson menempatkan pengembangan hati nurani dalam 'pra-Schooler' fase-nya delapan tahap perkembangan kepribadian manusia normal. Psikolog yang populer Martha Stout istilah hati nurani "perasaan campur tangan kewajiban yang berbasis di lampiran emosi kita." Dengan demikian hati nurani yang baik berhubungan dengan perasaan integritas, keutuhan dan kedamaian psikologis dan sering digambarkan menggunakan kata sifat seperti "sepi", "jelas" dan "mudah".
Sigmund Freud dianggap hati nurani sebagai psikologis yang berasal dari pertumbuhan peradaban, yang secara periodik frustrasi ekspresi eksternal agresi: dorongan destruktif ini dipaksa untuk mencari alternatif, sehat outlet, diarahkan energinya sebagai superego terhadap orang itu sendiri "ego" atau egoisme (sering terburu-isyarat dalam hal ini dari orang tua selama masa kanak-kanak).
Menurut Freud, akibat dari tidak menaati hati nurani kita adalah kesalahan, yang dapat menjadi faktor dalam perkembangan neurosis; Freud mengklaim bahwa baik budaya dan individu super-ego membentuk tuntutan ideal ketat berkenaan dengan aspek-aspek moral dari keputusan-keputusan tertentu, ketidaktaatan yang menimbulkan sebuah 'rasa takut terhadap hati nurani'.
Charles Darwin berpikir bahwa binatang apapun diberkahi dengan baik ditandai naluri sosial pasti akan memperoleh pengertian moral atau hati nurani, sebagai kekuatan intelektual manusia diperkirakan. Dalam bukunya The God Delusion, Richard Dawkins menyatakan bahwa dia setuju dengan Robert Hinde's Mengapa Good is Good, Michael Shermer's The Science of Good and Evil, Robert Buckman's Can We Be Good Tanpa Tuhan? Dan Marc Hauser's Moral Minds, bahwa rasa kami benar dan salah dapat diturunkan dari kami Darwin masa lalu.
Hati Nurani sebagai pembentuk masyarakat naluri
Jeremy Bentham : "Fanaticism has pressed conscience into its service." Jeremy Bentham: "Fanatisme telah menekan hati nurani ke dalam pelayanan." Mereka yang mendukung pendekatan ini berpendapat bahwa hati nurani orang memiliki seperangkat insting dan drive yang memungkinkan mereka untuk membentuk masyarakat: kelompok-kelompok manusia tanpa drive ini, atau dengan siapa mereka belum cukup kuat, tidak dapat membentuk masyarakat yang kohesif dan tidak mereproduksi jenis mereka sebagai berhasil sebagai orang yang melakukan. Penjahat perang Adolf Eichmann di paspor yang digunakan untuk memasukkan argentina: nuraninya berbicara dengan "suara terhormat" dari masyarakat Jerman masa perang diindoktrinasi tentang dia.
Charles Darwin, misalnya, dianggap bahwa manusia berevolusi di hati nurani sebagai hasil harus bersaing menyelesaikan konflik antara dorongan alami-sebagian tentang pelestarian diri, tetapi yang lain semakin tentang keselamatan keluarga atau masyarakat; hati nurani klaim otoritas moral, pikir Darwin, muncul dari "durasi yang lebih besar kesan naluri sosial" dalam perjuangan untuk bertahan hidup. alam pandangan seperti, merusak perilaku seseorang masyarakat (baik kepada struktur, atau untuk orang-orang itu terdiri dari) yang buruk atau "jahat."
Dengan demikian, hati nurani dapat dipandang sebagai hasil dari mereka biologis prompt drive yang memprovokasi manusia untuk menghindari rasa takut atau penghinaan pada orang lain; yang dialami sebagai rasa bersalah dan rasa malu dalam cara yang berbeda dari masyarakat untuk masyarakat, dan orang ke orang . Sebuah kebutuhan hati nurani, berdasarkan pendekatan ini, adalah kemampuan untuk melihat diri kita dari sudut pandang orang lain. Orang-orang yang tidak mampu melakukan hal ini (psikopat, sociopaths, narsisis) Oleh karena itu sering bertindak dalam cara-cara yang "jahat." Sebuah kebutuhan pusat pandangan ini hati nurani adalah bahwa manusia mempertimbangkan beberapa "lain" sebagai berada dalam hubungan sosial. nasionalisme dalam hati nurani dipanggil untuk memadamkan suku konflik, dan gagasan tentang Persaudaraan Manusia dipanggil untuk memadamkan konflik-konflik nasional.
 Namun kerumunan seperti drive mungkin tidak hanya membanjiri tapi hati nurani individu mendefinisikan kembali. Friedrich Nietzsche, misalnya, menyatakan bahwa: "solidaritas komunal musnah oleh tertinggi dan drive yang kuat, ketika mereka keluar dengan penuh gairah, cambuk individu jauh melewati rata-rata tingkat rendah dari 'kawanan-hati nurani.'
 Jeremy Bentham juga mencatat bahwa: "fanatisme tidak pernah tidur ... tidak pernah berhenti dengan hati nurani, sebab hati nurani itu telah ditekan ke dalam pelayanan." Hannah Arendt dalam studinya tentang pengadilan Nazi penjahat perang Adolf Eichmann di Yerusalem, mencatat bahwa para terdakwa, seperti halnya dengan hampir semua rekan-rekan Jerman, telah kehilangan jejak hati nuraninya ke titik di mana mereka nyaris tidak ingat, ini bukan disebabkan oleh keakraban dengan kekejaman, atau oleh psikologis alami mengarahkan setiap resultan kasihan kepada diri mereka sendiri karena harus menanggung tugas yang tidak menyenangkan seperti itu, begitu banyak seperti oleh fakta bahwa siapa saja yang mengembangkan keraguan hati nurani tidak bisa melihat tak seorang pun, tak seorang pun, yang bersama mereka: "Eichmann tidak perlu untuk menutup telinganya terhadap suara hati nurani ... bukan karena dia tidak ada, tetapi karena hati nuraninya berbicara dengan "suara terhormat", dengan suara masyarakat yang terhormat di sekelilingnya ", yang menarik di wilayah penelitian konteks ini berkaitan dengan persamaan antara hubungan kita dan orang-orang dari hewan, apakah hewan dalam masyarakat manusia (hewan peliharaan, hewan kerja, bahkan ditanam untuk makanan hewan) atau di alam bebas.
Satu ide adalah bahwa sebagai orang atau binatang merasakan hubungan sosial penting untuk melestarikan, hati nurani mereka mulai menghargai bahwa mantan "lain", dan mendesak tindakan yang melindunginya. Demikian pula, di wilayah kompleks dan koperasi peternakan burung masyarakat (seperti murai Australia) yang memiliki tinggi tingkat etika, aturan, hirarki, bermain, lagu dan negosiasi, pelanggaran peraturan ditoleransi pada kesempatan tampaknya tidak jelas terkait dengan kelangsungan hidup individu atau kelompok; perilaku sering muncul untuk menunjukkan kelembutan yang menyentuh dan kelembutan.
Filosofis tinjauan
Kata "hati nurani" berasal dari bahasa Latin etimologis conscientia, yang berarti "hal ikut serta pengetahuan" atau "dengan-pengetahuan". inggris kata menyiratkan kesadaran internal standar moral dalam pikiran mengenai kualitas motif seseorang, serta kesadaran akan tindakan kita sendiri.
Dengan demikian hati nurani filosofis dianggap mungkin menjadi yang pertama, dan mungkin paling sering, yang sebagian besar tidak teruji " firasat "atau" samar rasa bersalah "tentang apa yang seharusnya, atau seharusnya, dilakukan. Hati nurani dalam arti ini belum tentu produk akhir dari setiap proses yang berkelanjutan pertimbangan rasional pribadi dari fitur moral situasi yang bermasalah (atau yang berlaku normatif prinsip-prinsip, peraturan atau undang-undang) dan dapat timbul dari orang tua sebelumnya, kelompok sebaya, agama, negara atau perusahaan indoktrinasi, yang mungkin atau mungkin tidak sadar saat diterima oleh orang ( "tradisional nurani").
 Kedua, bagaimanapun, hati nurani dapat didefinisikan sebagai alasan praktis digunakan ketika dipikirkan dengan serius menerapkan keyakinan moral untuk situasi seperti ( "kesadaran kritis"). Ketiga, khususnya di dewasa secara moral mistis konon orang-orang yang telah mengembangkan kapasitas melalui harian ini kontemplasi atau meditasi yang dikombinasikan dengan pelayanan tanpa pamrih kepada orang lain, hati nurani kritis dapat dibantu oleh sebuah "percikan" dari pemahaman intuitif atau wahyu (disebut, misalnya, marifa dalam Islam sufi filsafat dan synderesis dalam Kristen abad pertengahan skolastik filsafat moral). Nurani disertai dalam setiap kasus oleh kesadaran internal 'cahaya batin' dan persetujuan atau 'kegelapan batin' dan kutukan, serta keyakinan yang dihasilkan hak atau kewajiban baik diikuti atau ditolak. [81]
Abad Pertengahan pandangan filosofis
Abad Pertengahan dokter Islam Muhammad bin Zakaria al-Razi mengajarkan dari interaksi antara hati nurani dan kesehatan fisik . Abad Pertengahan Islam mistik sarjana dan Al-Ghazali membagi konsep Nafs (jiwa atau diri (spiritualitas)) ke dalam tiga kategori didasarkan pada Al-Qur'an:
1.    Nafs Ammarah (12:53) yang "mendorong orang untuk bebas menikmati memuaskan hawa nafsu dan instigates untuk melakukan kejahatan"
2.    Lawammah nafs (75:2) yang merupakan "hati nurani yang mengarahkan manusia ke arah yang benar atau salah"
3.    Mutmainnah nafs (89:27) yang adalah "suatu diri yang tertinggi mencapai perdamaian"
Abad Pertengahan filsuf dan dokter Islam Muhammad bin Zakaria al-Razi percaya pada hubungan yang erat antara hati nurani atau integritas spiritual dan kesehatan fisik; demikian, alih-alih memanjakan diri, manusia harus mengejar pengetahuan, memanfaatkan kecerdasan dan menerapkan keadilan dalam hidupnya. Abad pertengahan filsuf Islam Ibnu Sina, sementara dipenjarakan di dalam puri Fardajan dekat Hamadhan, menulis terisolasi terkenal-tapi-bangun "Floating Man" kekurangan indra eksperimen pemikiran untuk mengeksplorasi ide-ide manusia kesadaran diri dan kekukuhan dari jiwa ; nya sedang hipotesis bahwa melalui intelijen, terutama intelek aktif, bahwa Allah mengkomunikasikan kebenaran kepada manusia pikiran atau hati nurani.
Menurut Islam Sufi nurani memungkinkan Allah untuk membimbing orang ke marifa, kedamaian atau "cahaya atas cahaya "mengalami di mana doa-doa seorang Muslim mengakibatkan meleleh diri dalam pengetahuan batin Allah; ini menjadi pelopor penting surga yang kekal yang digambarkan dalam Al Qur'an.
The Flemish mistik Jan van Ruysbroeck dilihat hati nurani yang murni sebagai memfasilitasi "outflowing kehilangan seorang diri dalam jurang objek yang abadi yang tertinggi dan kepala berkat"
Kristen abad pertengahan skolastik seperti Bonaventura membuat perbedaan antara hati nurani sebagai fakultas rasional pikiran (alasan praktis) dan kesadaran batin, sebuah intuitif "percikan" untuk berbuat baik, yang disebut synderesis timbul dari sisa-sisa penghargaan mutlak baik dan ketika sadar menyangkal (misalnya untuk melakukan tindakan kejahatan), menjadi sumber siksaan batin. Awal teolog modern seperti William Perkins dan William Ames mengembangkan pemahaman silogisme hati nurani, di mana hukum Allah membuat semester pertama, tindakan yang akan menilai kedua, dan tindakan dari hati nurani (sebagai fakultas rasional) menghasilkan penghakiman. Oleh berdebat uji kasus penerapan pemahaman seperti hati nurani dilatih dan halus (yaitu kasuistis).  Pertengahan filsuf Islam Ibnu Sina (Ibnu Sina) mengembangkan pemikiran deprivasi sensorik percobaan untuk mengeksplorasi hubungan antara hati nurani dan Allah.
Thomas Aquinas dianggap sebagai Tuhan hati nurani yang diberikan "alasan mencoba untuk membuat keputusan yang tepat" dengan bantuan synderesis, sisa bawaan kesadaran mutlak baik, yang dikategorikan sebagai yang melibatkan lima sila diusulkan utama dalam teori Hukum Alam. Hati nurani, atau conscientia adalah proses yang tidak sempurna diterapkan untuk kegiatan penilaian karena pengetahuan tentang hukum alam (dan semua perbuatan kebajikan alam yang tersirat di dalamnya) telah dikaburkan dan diselewengkan di kebanyakan orang melalui pendidikan dan kebiasaan yang dipromosikan keegoisan daripada rekan-perasaan (Summa Theologiae, I-II, I). Aquinas juga dibahas hati nurani dalam kaitannya dengan keutamaan kebijaksanaan untuk menjelaskan mengapa beberapa orang tampaknya kurang "secara moral tercerahkan" dari yang lain, mereka akan menjadi lemah tidak mampu secara memadai menyeimbangkan kebutuhan mereka sendiri dengan orang lain.
Aquinas beralasan bahwa bertindak bertentangan dengan hati nurani adalah sebuah kejahatan tindakan, tapi hati nurani hanya sesat benar-benar tercela jika hasil bersalah atau kebodohan yg dpt diatasi faktor yang satu mempunyai kewajiban untuk memiliki pengetahuan. Aquinas juga berpendapat bahwa hati nurani harus dididik untuk bertindak terhadap barang yang nyata (dari Allah) yang mendorong maju manusia, bukan barang yang tampak kesenangan indera. Dalam Commentary on Aristoteles 's Nicomachean Ethics Aquinas menyatakan hal itu lemah akan yang memungkinkan non-saleh pria untuk memprioritaskan prinsip kesenangan memungkinkan depan salah satu kendala moral memerlukan.
Thomas à Kempis di abad pertengahan kontemplatif klasik The Imitation of Christ (ca 1418) menyatakan bahwa kemuliaan laki-laki yang baik adalah saksi dari hati nurani yang baik. "Pertahankan hati nurani yang tenang", ia menulis "dan Anda akan selalu memiliki sukacita. Yang tenang banyak hati nurani dapat bertahan, dan tetap gembira dalam semua masalah, tetapi hati nurani yang jahat selalu takut dan gelisah." Para penulis abad pertengahan anonim Kristen mistis karya The Cloud of Unknowing juga mengungkapkan pandangan yang mendalam dan berkepanjangan dalam kontemplasi jiwa yang mengering "akar dan tanah" dari dosa yang selalu ada, bahkan setelah seseorang pengakuan, dan bagaimanapun seseorang sibuk di kudus hal: "Oleh karena itu, siapa pun yang akan bekerja di menjadi kontemplatif harus terlebih dahulu membersihkan-nya [atau nya] hati nurani."
Flemish mistik abad pertengahan Yohanes dari Ruysbroeck juga berpendapat bahwa hati nurani benar memiliki empat aspek yang diperlukan untuk membuat seorang laki-laki hanya dalam aktif dan kehidupan kontemplatif: pertama, "jiwa yang bebas, menarik diri melalui cinta"; kedua, "intelek tercerahkan oleh kasih karunia", ketiga "menyenangkan menghasilkan propension atau keinginan" dan keempat "outflowing kehilangan seorang diri dalam jurang .. . bahwa objek abadi yang tertinggi dan kepala penuh berkat ... orang-orang mulia di antara laki-laki, terserap di dalamnya, dan terbenam dalam suatu hal yang tak terbatas.
Benedict de Spinoza dalam Etika, diterbitkan setelah kematiannya pada 1677, berpendapat bahwa kebanyakan orang, bahkan orang-orang yang menganggap dirinya untuk melaksanakan kehendak bebas, membuat keputusan moral berdasarkan informasi sensorik tidak sempurna, tidak cukup memahami pikiran dan kehendak mereka, serta sebagai emosi yang keduanya hasil dari kontingen mereka keberadaan fisik dan bentuk-bentuk pemikiran yang cacat dari yang terutama didorong oleh pertahanan diri. Solusinya, menurut Spinoza, adalah secara bertahap meningkatkan kapasitas alasan untuk kita mengubah bentuk-bentuk pemikiran diproduksi oleh emosi dan jatuh cinta dengan melihat masalah-masalah yang membutuhkan keputusan moral dari sudut pandang kekekalan. Dengan demikian, menjalani kehidupan yang damai Spinoza hati nurani berarti alasan itu digunakan untuk menghasilkan ide-ide yang memadai di mana pikiran semakin melihat dunia dan dengan konflik, dan hasrat keinginan kita sub specie aeternitatis, yaitu tanpa merujuk ke waktu.
Hegel 's kabur dan mistik Philosophy of Mind berpendapat bahwa hak mutlak kebebasan hati nurani mempermudah pemahaman manusia yang merangkul semua kesatuan, sebuah absolut yang rasional, nyata dan benar. Meskipun demikian, Hegel berpendapat bahwa negara yang berfungsi akan selalu tergoda untuk tidak mengenali hati nurani dalam bentuk pengetahuan subjektif, seperti serupa pendapat non-obyektif umumnya ditolak dalam sains.Sebuah gagasan idealis serupa diungkapkan dalam tulisan-tulisan Joseph Butler yang berpendapat bahwa hati nurani adalah Tuhan yang diberikan, harus selalu ditaati, adalah intuitif, dan harus dianggap sebagai "monarki konstitusional" dan "moral universal fakultas": "hati nurani tidak tidak hanya menawarkan diri untuk menunjukkan kepada kita bagaimana kita harus berjalan, tetapi juga membawa otoritas sendiri dengan itu. Banyak dari kita sering mendengar kalimat-kalimat seperti ini, namun jarang yang bisa menjabarkan makna yang sesungguhnya tentang hati nurani.
Dalam kehidupan sehari-hari, saat kita ada pikiran untuk melakukan hal-hal yang menyimpang dari kebaikan, kita akan merasakan satu sisi hati kita akan membisikkan larangan agar tidak melakukan niat pikiran buruk kita tadi, namun sekejap kemudian ada bisikan hati yang lain untuk membujuk agar kita tetap melakukan niat hati yang semula. Saat niat semula belum terlaksana, seolah-olah ada perseteruan dalam hati, antara yang membujuk agar terlaksana dan yang melarang agar tujuan tidak terlaksana.
Dalam filosofi orang jawa, manusia saat terlahir mempunyai empat jiwa sebagai kembarannya, yang lahir bersama-sama dengannya. Dalam buku Zhuan Falun, dikatakan manusia mampunyai Zhu Yuanshen (Jiwa Utama) dan Fu Yuanshen (Jiwa sekunder) yang menguasai satu tubuh. Jumlah Fu yuanshen berbeda-beda ada yang mempunyai satu, dua, tiga, empat, bahkan lima. Tubuh manusia jika tidak ada Yuanshen, tidak ada tabiat, watak dan karakter, bila tanpa semua ini hanya merupakan segumpal daging, dia tidak akan menjadi seorang manusia yang lengkap dengan kepribadian mandiri.
Fu Yuanshen atau jiwa sekunder, yang berada di dimensi lain dapat melihat hakikat suatu urusan, tahu mana yang salah dan yang benar, tidak dibuat sesat oleh masyarakat manusia. Sedangkan Zhu Yuanshen (Jiwa Utama) mudah tergoda oleh nafsu duniawi. Untuk manusia yang mempunyai bawaan dasar baik mudah dikendalikan oleh kehidupan tingkat tinggi, Fu Yuanshennya juga berasal dari tingkat tinggi. Semakin tinggi tingkat Fu Yuanshennya berasal, hal-hal yang diketahui semakin sesuai dengan kebenaran dari prinsip-prinsip Tuhan. Sedangkan untuk manusia yang bawaan dasarnya rendah mudah dipengaruhi oleh informasi dari kehidupan tingkat rendah yang menyesatkan
Hati nurani adalah informasi yang disampaikan oleh Fu Yuanshen manusia, karena Fu Yuanshen manusia berasal dari tingkatan yang lebih tinggi daripada Zhu Yuanshennya, dengan demikian Fu Yuanshenlah yang selalu menjaga manusia agar terhindar dari perbuatan yang menyimpang dari hukum Tuhan. Namun begitu Zhu Yuanshen juga adalah kesadaran utama manusia, dialah yang memegang kendali untuk memutuskan segala sesuatu yang hendak dilakukan. Meskipun hati nurani kita mengingatkan untuk selalu berjalan di jalan lurus, namun jika kesadaran utama kita memutuskan untuk tetap melakukan perbuatan buruk,maka tetap saja kita akan melakukan keputusan salah yang telah kita putuskan tersebut.
Zhu yuanshen manusia yang mudah terpengaruh oleh keduniawian akan mudah dituntun oleh informasi-informasi yang membujuk kita untuk selalu berjalan di jalan yang menyimpang, karena informasi yang dibawa/diperoleh bisa jadi informasi dari unsur-unsur negatif yang berusaha menyesatkan Zhu yuanshen/kesadaran utama kita. Meskpiun hati nurani (Fu Yuanshen) selalu mengingatkannya, namun apa daya tangan tak sampai karena jika kesadaran utama kita tetap mengambil keputusan yang menyimpang tersebut, maka tetap saja kita melakukan suatu keburukan, sesuai dengan informasi yang menyesatkan yang diperoleh oleh Zhu Yuanshen kita.
Untuk menghindarkan diri dari perbuatan dosa karena perbuatan buruk maka kita harus mendengarkan bisikan hati nurani. Saat terjadi perseteruan isi hati antara hati nurani kita dengan bisikan hati yang mengajak keburukan, maka segera kuatkanlah kesadaran utama kita untuk mengikuti bisikan hati nurani yang jelas-jelas akan membawa kita melakukan hal-hal yang benar. Sebagai contoh, saat kita berpikir untuk berbohong demi menutupi perbuatan buruk kita, maka hati nurani anda akan membisikkan larangan untuk tidak berbohong, atau saat kita mau memamerkan diri, hati kita membisikkan untuk tidak memamerkan diri, saat ingin menyebarkan hasutan, gosip dll yang buruk, akan ada suara hati yang melarang kita melakukan hal-hal tersebut.
Saat manusia sudah tidak mau mendengarkan hati nuraninya, niscaya akan selalu melakukan hal yang tidak benar, hanya saja kita tetap bersyukur karena hati nurani kita tidak bosan-bosannya menyertai dan membimbing kita sepanjang hidup kita. Setelah raga ini terpisah dari jiwa kita maka barulah Fu Yuanshen berpisah dengan Zhu Yuanshen untuk menjalani kehidupan masing-masing. Mungkin Fu Yuanshen masuk surga, sedang Zhu yuanshen harus menjalani reinkarnasi dalam enam jalur reinkarnasi, atau malah mengalami pemusnahan total di neraka yang tak berujung pangkal tingkatannya. (Erabaru.net)

v    Aspek Hati Nurani
Hati nurani memiliki 2 aspek, yaitu:
Ø    Aspek yang berhubungan dengan apa yang telah dilakukan oleh seseorang yang memiliki hati nurani tersebut
Yang dimaksud dalam hal ini adalah apa yang telah dilakukan oleh orang tersebut harus  dipertanggung jawabkan oleh dirinya sendiri.
Ø    Akibat langsung atau efek yang berhubungan dengan Allah, sebagai pencipta dirinya
Dan yang dimaksud dalam hal ini adalah kepada siapa dia harus bertanggung jawab
Kita dapat memahami hal ini melalui contoh berikut: Saat seseorang berbuat sesuatu yang melawan atau menentang hati nuraninya sendiri, maka ia akan segera menjadi musuh (lawan) dari dirinya sendiri. Kemudian hati nurani kita sudah tidak lagi harmonis dengan diri kita maka secara “instink” kita mengetahui bahwa kita harus berhadapan dengan Allah.

v    Macam-macam Polusi Hati Nurani
Hati nurani adalah sesuatu yang berasal dari hati nurani kita, akan tetapi hati nurani juga bisa mengalami polusi, diantaranya adalah:
¥    Polusi Kebudayaan
Sesuatu yang dianggap baik di suatu daerah belum tentu dianggap baik di daerah lainnya. Setiap kebudayaan menghasilkan suatu norma yang mengakibatkan hati nurani dipengaruhi oleh norma-norma yang ditumpuk oleh kebudayaan itu, sehingga hati nurani itu sudah tidak bersifat netral lagi. Misalkan saja apa yang baik menurut kebudayaan Barat, belum tentu baik menurut kebudayaan di Timur.
¥    Polusi Agama
Setiap orang mempunyai keyakinan atau agama yang berbeda-beda jadi setiap orang berbeda-beda prinsip hati nuraninya sesuai dengan keyakinannya.
¥    Polusi Masyarakat
Ketika masyarakat mayoritas menyetujui suatu pikiran tertentu, maka orang yang minoritas selalu tertekan hati nuraninya. Di dalam dunia ini banyak kasus mengenai hal ini. Dimana golongan minoritas lebih banyak yang tertindas atau terkadang golongan minoritas pada umumnya sering tertindas hati nuraninya
¥    Polusi Kebiasaan
Ketika seseorang berbuat dosa berulang kali, lama kelamaan ia menjadi orang yang sudah terbiasa berbuat dosa. Dan pada akhirnya ia tidak lagi peka terhadap dosa. Ketika sesuatu hal yang kita ketahui salah, tetapi dilakukan seringkali maka kita mulai membangun sebuah benteng untuk membenarkan dosa yang kita buat tersebut.

v    Hati Nurani sebagai Fenomena Moral
Dua Contoh
Setiap manusia mempunyai pengalaman tentang hati nurani dan mungkin pengalaman itu merupakan perjumpaan paling jelas dengan moralitas sebagai kenyataan. Sulit untuk menunjukkan pengalaman lain yang dengan begitu terus terang menyingkapkan dimensi etis dalam hidup kita. Karena itu pengalaman tentang hati nurani itu merupakan jalan masuk yang tepat untuk suatu studi mengenai etika. Kita mulai dengan memandang tiga contoh yang berbeda tentang pengalaman hati nurani yang dipilih dengan cara demikian, sehingga dapat dipakai dalam analisis selanjutnya. Mudah-mudahan contoh ini sesuai dengan pengalaman pribadi kita tentang hati nurani.
·    Seorang hakim telah menjatuhkan vonis dalam suatu perkara pengadilan yang penting. Malam sebelumnya ia didatangi oleh wakil dari pihak terdakwa. Orang itu menawarkan sejumlah besar uang, bila si hakim bersedia memenangkan pihaknya. Hakim yakin bahwa terdakwa itu bersalah. Bahan bukti yang telah dikumpulkan dengan jelas menunjukkan hal itu. Tapi ia tergiur oleh uang begitu banyak, sehingga tidak bisa lain daripada  menerima penawaran itu. Ia telah memutuskan terdakwa tidak bersalah dan membebaskannya dari segala tuntutan hukum. Kejadian ini sangat menguntungkan untuk dia. Sekarang ia sanggup menyekolahkan anaknya ke luar negeri dan membeli rumah yang sudah lama diidam- idamkan oleh istrinya. Namun demikian, ia tidak bahagia, dalam batinnya ia merasa gelisah. Ia seolah- olah “malu” terhadap dirinya sendiri. Bukan karena ia takut kejadian itu akan diketahui oleh atasannya. Selain anggota keluarga terdekat tidak ada yang tahu. Prosedurnya begitu hati- hati dan teliti, sehingga kasus suap itu tidak akan pernah diketahui oleh orang lain. Namun kepastian ini tidak bisa menghilangkan kegelisahannya. Baru kali ini ia menyerah terhadap godaan semacam itu. Sampai sekarang ia selalu setia pada sumpahnya ketika dilantik dalam jabatan yang luhur ini. Mengapa kali ini ia sampai terjatuh?Ia merasa marah dan mual terhadap dirinya sendiri.
·    Thomas Grissom adalah seorang ahli fisika berkebangsaan Amerika Serikat. Selama hampir 15 tahun ia bekerja penuh semangat dalam usaha pengembangan dan pembangunan generator neutron. Sedemikian besar semangatnya, sehingga ia hampir- hampir lupa akan tujuan benda- benda yang dibuatnya itu, yaitu menggalakkan dan menghasilkan senjata- senjata nuklir. Lama kelamaan hati nuraninya mulai merasa terganggu, khususnya setelah ia membaca dalam karya sejarahwan tersohor, Arnold Toynbee, berjudul A Study of History, kalimat berikut ini: “Bila orang mempersiapkan perang, sudah ada perang”. Baru pada saat itu ia menyadari, ia sedang memberikan bantuannya kepada suatu perang nuklir yang mampu memusnahkan sebagian besar permukaan bumi. Padahal, seluruh kepribadiannya memberontak terhadap kemungkinan terjadinya hal serupa itu. Ia membicarakan kegelisahan batinnya dengan istri. Ia mempertimbangkan konsekuensi- konsekuensi finansial, bila ia berhenti bekerja di Laboratorium Nasional Amerika. Tentu ia menyadari juga, bila ia keluar, tempatnya akan diisi oleh orang lain yang akan melanjutkan pekerjaannya, sehingga tindakan protesnya tidak efektif sama sekali. Bagaimanapun, Grissom memutuskan ia tidak bisa bekerja lagi untuk industri persenjataan nuklir. Ia menjadi dosen pada Evergreen State College di Olympia, Washingon. Gajinya hanya kira- kira separuh dari 75.000 dolar yang diperolehnya di Laboratorium Nasioanal.

v    Kesadaran dan Hati Nurani
Dengan “hati nurani” kita maksudkan penhayatan tentang baik atau buruk berhubunga dengan tingkah laku konkret kita. Hati nurani ini memerintahkan atau melarang kitauntuk melakukan sesuatu kini dan disini.ia tidak berbicara tentang yang umum, melainkan tentang situasi yang sangat konkret. Tidak mengikuti hati nurani ini berarti menghancurkan integritas pribadi kita dan menghianati martabat terdalam kita.
Hati nurani berkaitan erat denga kenyataan bahwa manusia mempunyai kesadaran.untuk mengerti hal ini perlu kita bedakan antara pengenalan dan kesadaran. Kita mengenal, bila kita melihat, mendengar atau merasa sesuatu. Tapi pengalaman ini tidak merupakan monopoli manusia sewekor binatang pun bisa mendengar bunyi atau mencium bau busuk dan karena itu bisa mengenal. Malah ada binatang yang dalam hal pengenalan inderawi lebih unggul daripada manusia. Tapi hanya manusia mempunyai kesadaran.dengan kesadaran kita maksudkan kesanggupan manusia untuk mengenal dirinya sendiri dan karena itu berefleksi tentang dirinya. Manusia bukan saja melihat pohon dikejauhan sana, tapi ia menyadari juga bahwa dialah yang melihatnya. Dalam kebun binatang pernah terdengar seorang anak kecil, berumur sekitar empat tahun, bertanya kepada ibunya: ”Mami, apakah gajah itu tahu bahwa dia seekor gajah?” Tanpa disadarinya, dengan itu ia mengemukakan suatu pertanyaan filosofis yang amat mendalam artinya. Kepada filsuf cilik ini harus dijawab: gajah tidak tahu. Seekor binatang tidak berpikir atau berefleksi tenang dirinya sendiri. Hanya manusia mempunyai kesadaran. Dalam diri manusia bisa berlangsung semacam ”penggandaan”: ia bisa kembali kepada dirinya. Ia bisa mengambil dirinya sendiri sebagai objek pengenalannya. Jadi, penggandaan disini ialah bahwa dalam proses pengenalan bukan saja manusia berperan sebai subyek, melainkan juga sebagai obyek.
Untuk menunjukka kesadaran, dalam bahasa Latin dan bahasa-bahasa yang diturunkan daripadanya, dipakai kata conscientia. Kata itu berasal dari kata kerja scire (mengetahui) dan awalan con- (bersama dengan, turut). Denga demikian conscienta sebenarnya berarti ”turut mengetahui” dan mengingatkan kita pada gejala ”penggandaan” yang disebut tadi: bukan saja saya melihat pohon itu, tapi saya juga ”turut mengetahui ” bahwa sayalah yang melihat pohon itu. Sambil melihat, saya sadar akan diri saya sendiri sebagai subyek yang melihat. Nah, kata conscientia yang sama dalam bahasa Latin (dan bahasa-bahasa yang serumpun dengannya) digunakan juga untuk menunjukkan  ”hati nurani”. Dalam hati nurani berlangsung juga penggandaan yang sejenis. Bukan saja manusia melakukan perbuatan-perbuatan yang bersifat moral (baik atau buruk), tapi ada juga yang ”turut mengetahui” tentang perbuatan-perbuatan moral kita. Dalam diri kita, seolah-olah ada instansi yang menilai dari segi moral perbuata-perbuatan yang kita lakukan. Hati nurani merupakan semacam ”saksi” tentang perbuatan-perbuaatan moral kita. Kenyatain itu diungkapkan dengan baik melalui kata Latin conscientia.
Fenomena hati nurani sebenarnya terdapat disegala zaman dan dalam semua kebudayaan. Tapi dulu seringkali belum tersedia istilah jelas untuk menunjukkan fenomena itu. Dalam teks-teks kuno seperti Kitab Suci Perjanjian Lama atau Bhagavad Gita tidak ada suatu istilah untuk hati nurani, tapi fenomena yang dimaksuk dengannya disitu sudah dikenal, sebagaimana terbukti dalam contoh ketigayang diberikan diatas. Istilah ”hati nurani” itu mempunyai sejarah berbelit-belit yang tidak perlu ditelusuri di sini.

v    Hati Nurani Retrospektif dan Hati Nurani Prospektif
Dapat dibedakan dua bentuk hati nurani: hati nurani retrospektif. Hati nurani retrospektif memberikan penilaian tentang perbuatan-perbuatan yang telah berlangsung dimasa lampau. Hati nurani ini seakan-akan menoleh kebelakang dan menilai perbuata-perbuatan yang sudah lewat. Ia menyatakan bahwa perbuatan yang telah dilakukan itu baik atau tidak baik. Contoh pertama pada awal bab ini menyangkut hati nurani retrospektif. Hati nurani dalam arti retrospektif menuduh atau mencelah, bila perbuatanya jelek; dan sebaliknya, memuji atau memberi rasa puas, bila perbuatanya dianggap baik. Hati nurani ini merupakan semacam instansi kehakiman dalam batin kita tentang perbuatan yang telah berlangsung.
Bila hati nurani menghukum dan menuduh kita, kita merasa gelisah dalam batin atau-seperti dikatakan dalam bahasa inggris-kita mempunyai a bad conscience. Sebaliknya, bila kita telah bertingkah laku dengan baik, kita mempunyai a good conscience atau a clear conscience. Misalnya, bila saya tanpa pamrih telah menyelamatkan seorang anak yang terjerumus dalam sungai, bahkan dengan mengambil risiko untuk kehidupan saya sendiri, saya merasa puas. Bukan saja karena usaya yang penuh risiko itu berhasil melainkan juga karena telah saya lakukan yang   harus saya lakukan. Saya telah memenuhi kewajiban saya. Karena itu hati nurani saya dalam keadaan tenang dan puas. Saya mengalami suatu kedamaian batin.
Beberapa filsuf berpendapat bahwa hati nurani dalam keadaan gelisah (a bad conscience ) merupakan fenomena yang paling mendasar. Itulah-menurut mereka-hati nurani dalam arti yang sebenarnya. Di sisi tampak denga paling jelas dampak dan tuntutan moralitas atas seseorang. Menurut pendapat filsuf Jerman-Amerika, Hannah Arendt (1906-1975), umpamanya, hati nurani dalam keadaan tenang hanya berarti tiadanya hati nurani yang gelisah. Maksudnya, chati nurani sebagai instansi yang menilai terutama bertindak negatif: mengecam dan mencela. Hati nurani yang tenang denga demikian dihasilkan karena dibebaskan dari segala tuduhan. Bisa dipertanyakan apakah konsepsi serupa itu tidak terlalu eksterm.
Memang, biasanya hati nurani terutama mencela. Hati nurani dialami paling jelas kalau menggerogoti hati jiwa kita. Tapi sulit untuk disangkal bahwa hati nurani juga langsung bisa memuji kita, bila bertingkah laku denga baik. Karena itu kami tidak begitu yakin bahwa pendapat Hannah Arendt itu benar.
Hati nurani prospektif melihat kemasa depan dan menilai perbuatan-perbuatan kita yang akan datang. Hati nurani dalam arti ini mengajak kita untuk melakukan sesuatu atau-seperti barang kali lebih banyak terjadi-mengatakan ”jangan” dan melarang untuk melakukan sesuatu. Disini pun rupanya aspek negatif lebih mencolok. Dalam hati nurani prosperktif ini sebenarnya terkandung semacam ramalan. Ia menyatakan, hati nurani pasti akan menghukum kita, andai kata kita melakukan perbuatan itu. Dalam arti ini hati nurani prospektif menunjuk kepada hati nurani retospektif yang akan datang, jika perbuatan menjadi kenyataan. Contoh ketiga tentang Arjuna-biarpun istilah ”hati nurani” dalam Bhagavad Gita tidak disebutkan eksplisit-menunjukkan hati nurani prospektif. Sedangkan contoh kedua tentang ahli fisika amerika memberikan semacam campuran antara hati nurani porpektif dan retrospektif. Tadinya Grissom tidak pikirkan bahwa pekerjaannnya sebenarnya imoral, tapi pada ketika ia menjadi sadar ia merasa dihukum oleh hati nuraninya tentang pekerjaannya sampai sekarang dan ia tidak tega melanjutkannya. Pada saat ia menjadi sadar, hati nuraninya menyangkut masa lampau maupun masa depan.
Pembedaan antara hati nurani retrospektif dan hati nurani prospektif ini bisa menampilkan kesan seolah-olah hati nurani hanya menyangkut masa lampau atau masa depan padahal, hati nurani dalam arti yang sebenarnya justru menyangkut perbuatan yang sedang dilakukan kini dan disini. Hati nurani terutama adalah concience, ”turut mengetahui”, pada ketika perbuatan berlangsung. Dalam perbuatan itu sendiri sipelaku telah mengalami-atas dasar hati nurani-bahwa perbuatan yang dilakukannya itu baik atau buruk. Ketika si hakim menerima uang suap (contoh satu), ia sudah mengalami bahwa perbuatannya tidak terpuji. Tapi kemudian hati nurani tidak diam, tapi sebaliknya justru menuduh dia serta mengganggu ketenangan batinnya. Jadi, keadaan gelisah itu berawal dari perbuatannya dan  ketika Arjuna (contoh ketiga) memutuskan ”saya tidak mau berperang, Khrisna”, maka dalam keputusan itu desakan hati nurani justru mencapai puncaknya, tapi sudah disiapkan sebelumnya sebagai hati nurani porpektif. Dapat disimpulkan bahwa hati nurani terutama berbicara dalam suatu orientasi ke masa lampau atau suatu orientasi ke masa depan: ke perbuatan yang sudah berlangsung atau ke perbuatan yang akan berlangsung lagi.

v    Hati Nurani Bersifat Personal dan Adipersonal
Hati nurani bersefat personal artinya selalu berkaitan erat dengan pribadi bersangkutan. Norma-norma dan cita-cita dan saya terima dalam hidup sehari-hari dan seolah-olah melekat pada pribadi saya akan tampak juga dalam ucapan-ucapan hati nurani saya. Sepertii kita katakan bahwa tidak ada dua manusia yang sama begitu pula tidak ada dua hati nurani yang persis sama. Hati nurani diwarnai oleh kepribadian kita. Hati nurani akan berkembang juga bersama dengan perkembangan seluruh kepribadian kita: sebagai orang setengah baya yang sudah banyak pengalaman hidup tentu hati nuraninya bercorak lain ketika masih masa remaja. Ada alasan lain lagi untuk mengatakan bahwa hati nurani bersifat personal artinya hati nurani hanya berbicara atas nama saya. Hati nurani hanya memberi penilaiannya tentang perbuatannya sendiri.                                                                                                                                                                                                                                                                                                      
Penelitian Laborarium Nasional Amerika dalam contoh kedua barang kali akan mempertanyakan keterlibatan siapa saja dalam penelitian mengenai persenjataan nuklir, tapi hati nuraninya hanya berbicara tentang dirinya saja. Mustahillah seseorang mengatakan: ”hati nurani saya mengatakan bahwa Anda tidak boleh melakukan itu”. Memang benar, bila kita menilai orang lain atau menjadi penasihat bagi orang lain, mungkin akan kita simak apa yang dikatakan hati nurani kita , seandainya kita sendiri menghadapi keadaan yang sama seperti dihadapi oleh orang itu. Walaupun begitu, hati nurani tidak memberikan penilaiantentang perbuatan orang lain. Kita hanya memperhatikan norma –norma dan cita-cita yang diikuti oleh hati nurani kita. Tapi integritas pribadi kita akan merasa diperkosa, bila orang lain melakukan apa yang menurut kita tidak boleh.tidak jarang dapat didengar atau dibaca ungkapan seperti ”hati nurani bangsa”,”hati nurani kaum cendikiawan”. Sebuah surat kabar harian terbitan Ibu Kota menyandang semboyang: ”Amanat Hati Nurani Rakyat”. Apakah cara bicara itu hanya kiasan atau sungguh-sungguh terhadap suatu hati nurani dalam arti yang sebenarnya selalu berkaitan dengan pesona tertentu. Hati nurani hanyabisa bicara atas nama seorang pribadi. Ungkapan seperti ”hati nurani bangsa” memang hanya bersifat kiasan.
Disamping aspek persoalan, hati nurani menunjukkan juga suatu aspek adipersonal. Selain bersifat pribadi, hati nurani juga seolah-olah melebihi pribadi kita, seolah-olah merupakan instansi diatas kita. Aspek ini tampak dalam istilah “hati nurani”itu sendiri. “Hati Nurani” berarti “hati yang diterangi”(nur=cahaya). Dalam pengalaman mengenai hati nuraniseolah-olah ada cahaya dari luar yang menerangi budi dan hati kita. Aspek yang sama tampak juga dalam nama-nama lain yang sering dipakai dalam bahasa Indonesia untuk menunjukkan hati nurani: suara hati nurani, kata hati, suara batin. Rupanya justru aspek ini sangat mengesankan, hingga terungkap dalam begitu banyak nama. Terhadap hati nurani, kita seakan-akan membuka diri terhadap suara yang datang dari luar. Hati nurani mempunyai suatu aspek transenden, artinya, melebihi pribadi kita.
Karena aspek adipersonal itu, orang beragam kerap kali mengatakan bahwa hati nurani adalah suara Tuhan atau bahwa Tuhan berbicara melalui hati nurani. Ungkapan seperti itu dapat dapat dibenarkan. Bagi orang beragama hati nurani memang memiliki suatu dimensi religius. Kalau ia mengambil keputusan atas dasar hati nurani artinya, kalau ia sungguh-sungguh yakin bahwa ia harus berbuat demikian dan tidak bisa lain tanpa menghancurkan integritas pribadinnya, maka ia akan mengambil keputusannya”dihadapan Tuhan”. Ia insaf dengan itu akan mentaati kehendak Tuhan. Dan sebaliknya, bertindak bertentangan dengan hati nurani tidak saja seperti menghianati dirinya sendiri, tapi serentak juga melanggar kehendak Tuhan.
Mungkin bagi orang beragama malah tidak ada cara lebih jelas untuk menghayati hubungan erat antara moralitas dan agama daripada justru pengalaman hati nurani ini. Akan tetapi, adalah naif sekali, bila orang berpikir bahwa melalui hati nurani Tuhan berbisik-bisik dalam batin kita. Dan bukan saja anggapan semacam itu naif, tapi juga berbahaya. Banyak orang beragama yang fanatik telah mengatakan bahwa tindakan mereka atas perintah Tuhan , sedangkan bagi masyarakat luas tindakan itu tidak lain dari kejahatan atau terorisme. Banyak pembunuhan dan kejahatan lain telah dilakukan dengan dukungan hati nurani.
Tapi kalau begitu, hati nurani disalahgunakan. Seperti akan dijelaskan lagi hati nurani tidak akanmelepaskan kita dari kewajiban untuk bersikap kritis dan mempertanggungjawabkan perbuatan-perbuatan kita secara obyektif.. apalagi, orang yang tidak mengakui adanya Tuhan pun memiliki hati nurani yang mengikat mereka sama seperti orang beragama. Tidak dapat dikatakan bahwa hati nurani merupakan hak istimewa orang beragama saja. Setiap orang mempunyai  hati nurani karena ia manusia. Kenyataan itu justeru menyediakan landasan untuk mencapai persetujuan dibidang etis antara semua manusia, melampaui segala perbedaan mengenai agama, kebudayaan, posisi ekonomis, dan lain-lain.

v    Hati Nurani sebagai Norma Moral yang subyektif
Dalam sejarah filsafat sering dipersoalkan apakah hati nurani termasuk perasaan,kehendak, atau rasio. Sekarang kita sudah menyadari bahwa persoalannya sebetulnya tidak boleh dirumuskan dengan cara begitu . dalam filsafat dewasa ini sudah berbentuk keyakinan bahwa manusia tidak bisa dipisahkan kedalam fungsi atau daya. Kita harus bertolak dari kesatuan manusia, dimana pelbagai fungsi dapat dibedakan, tapi tidak boleh dipisahkan. Dalam hati nurani pula memainkan peran baik perasaan maupun kehendak  maupun juga rasio. Tapi terdapat suatu tendensi kuat dalam filsafat untuk mengakui bahwa hati nurani secara khusus harus dikaitkan dengan rasio. Kami juga berpendapat demikian. Alasannya,  karena hati nurani  memberi suatupenilaian, artinya, suatu putusan (ijudgement). Ia menegaskan: ini baik dan harus dilakukan atau itu buruk dan tidk boleh dilakukan. Mengemukakan putusan jelas merupakan suatu fungsidari rasio.

v    Fungsi Hati Nurani
Fungsi hati nurani yaitu sebagai pegangan, pedoman, atau norma untuk menilai suatu tindakan, apakah tindakan itu baik atau buruk. Hati nurani berfungsi sebagai pegangan atau praturan-peraturan konkret di dalam kehidupan sehari-hari dan menyadarkan manusia akan nilai dan harga dirinya. Sikap kita terhadap hati nurani adalah menghormati setiap suara hati yang keluar dari hati nurani kita. Mendengarkan dengan cermat dan teliti setiap bisikan hati nurani. Mempertimbangkan secara mask dan dengan pikiran sehat apa yang dikatakan hati nurani. Melaksanakan apa yang disuruh hati nurani.
v    Pentingnya pembinaan hati nurani
Tujuan pokok pembinaan hati nurani adalah hati nurani yang secara subyektif dan obyektif benar. Denga hati nurani yang baik dan benar, seseorang akan selalu terdorong untuk bertiandak melakukan kehendak Tuhan dan menuruti norma-norma moral obyektif. Pembinaan hati nurani tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan seseoang tentang kebenaran dan nilai-nilai, ataupun kemapuan untuk memecahkan dilema moral, tetapi juga harus memasukkan ke dalamnya pembinaan karakter moral seseoarang secara lebih penuh. Pembinaan hati nurani merupakan upaya yang hakiki agar manusia lebih mampu hidup dan bertindak sesuai dengan bisikan hati hati nurani yang bisa dipertanggungjawabkan secara moral. Melalui pembinaan hati nurani, manusia diharapkan bisa terhindar dari kesesatan dalam pengambilan keputusan dan tindakan.    
Hati Nurani menerjemahkan pendapat moral dalam situasi konkrit. Tetapi suatu pendapat moral harus terbuka bagi setiap argumen, bantahan, pertanyaan, keraguan pihak lain. Karena itu hati nurani tidak menggantikan usaha kita untuk mempelajari dengan teliti dan mendalam prinsip dan norma moral. Hati nurani bisa “tumpul” jika tidak diasah dengan baik.  Jadi hati nurani harus dididik. Perlu keterbukaan dan kemauan belajar. Perlu diperhatikan, bahwa mengikuti suara hati belum tentu keputusan kita benar (hati nurani bagaimanapun tetap dapat keliru).

v    Ciri khas Hati Nurani
Ciri khas dari suara hati nurani adalah ia tidak dapat ditawar dan hanya sepintas keluarnya dengan atau tanpa disadari, ini berlaku mutlak. Mutlak di sini mempunyai arti ia tidak dapat ditawar melalui pertimbangan-pertimbangan dalam bentuk apapun. Hal itu disebkan karena suara hati nurani merupakan suara dari Maha Mutlak. Tempat berkumpulnya bagi mereka yang hatinya bersih dan tak bernoda dan tempat mengingat Tuhan itulah Hati Nurani. Suara hati adalah suara halus yang murni datang langsung dari kesadaran sang Hidup yang ada dalam diri kita yang paling dalam yang bersih dan jujur, tanpa adanya pertimbangan dalam memberikan jawaban.

v    Hati Manusia ada 3 Jenis
Hati manusia dapat digolongkan kedalam 3 jenis :
1. Hati yang sakit (Qolbum Maridh)
Ciri orang yang Memilki hati yang sakit, tak ubahnya seperti gelas kusam ynag berisikan air keruh. Jangankan sebutir debu yang mencemarinya, paku payung, jarum, silet atau patahan cuuter sekalipun yang masuk, tidak akan terlihat.
Oarang yang menderita Qolbun Maridh akan sulit menilai secara jujur apapun yang nampak di depannya. Melihat orang sukses timbul iri dengki ; mendapati kawan meperoleh karunia rezeki, timbul rasah dan benci ; dihadapkan pada siapa pun yang memilki kelebihan, hatinya akan berkeinginan untuk menyelidiki aib dan kekurangannya.ibarat menemukan barang berharga, ia kemudian menyebarkan aib dan kekurangan kepda siapa saja. Ini semua dilakukan agar kelebihan yang ia temukan pada orang tersebut akan tenggelam. ( Na’udzubillah ). Adapun ciri lainnya dari hati yang sakit adalah cenderung menyukai makanan rohani yang akan memberinya mudharat. Sebaliknya, ia enggan mendengar dan menerima santapan rohani yang bermanfaat. Walhasil, hati yang sakit adalah hati yang hidup namun mengandung penyakit.

2. Hati yang mati (Qolbun Mayyit)
Hati yang mati tak ubahnya seperti jasad yang tidak bernyawa. Kendati dicubit, dipukul bahkan diiris sekalipun, ia tidak akan merasakan apa – apa. Bagi orang yang hatinya sudah mati, saat melakukan perbuatan baiki buruk, dirasakannya sebagai hal yang biasa – biasa saja ; tidak memiliki nilai sama sekali. Bahkan ia akan merasa bangga dengan masa lalunya yang selalu dipenuhi perbuatan buruk; mencuri, berzina, menipu dan sebgainya. Kalaupun ia berbuat kebaikan sekecil apapun, itu hanya akan membangkitkan rasa bangga diri, rindu pujian sertapenuh ujub dan takabur.
Dengan demikian, hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal Tuhannya. Hati seperti ini senatiuasa bersama hawa nafsunya, walaupun di murkai dan di benci Allah SWT. Ia sama sekali tidak peduli apakah Allah ridha kepdanya atau tidak. Hawa nafsu telah menguasai bahkan menjadi pemimpin dan pengendali bagi dirinya. Kebodohan dan kelalaian adalah sopirnya, kemana saja ia bergerak maka geraknya adalah benar – benar telah terselubungi oleh pola pikir meraih kesenangan duniawi semata.

3. Hati yang sehat (qolbun Shahih)
Seseorang yang memilki hati yang sehat, tak ubahnya dengan memilki tubuh yang sehat. Ia berfungsi optimal. Ia akan mampu memilih dan memilah setiap rencana atas suatu tindakan, sehingga setiap yang akan diperbuatnya benar -0 benar sudah melewati perhitungan yang jitu, berdasarkan hati nurani yang bersih.
Diantara ciri orang yang hatinya sehat adlah hidupnya diselimuti muhabbah ( kecintaan) dan tawakal kepada Allah. Tidak usah heran manakala mencintai sesuatu, maka cintanya semata – mata karena Alla. Demikian pun bila ia membenci sesuatu maka ia akan membencinya karena Allah semata, sehingga kebenciannya itu tidak akan membuatnya tergelincir kedalam perbuatan dosa dan aniaya. Sebaliknya, ini menjadi ladang pahala.
Oleh karenanya, seseorang yang hatinya sehat, ditimpa apa pun dalam hidup ini, ia akan tetap teguh bagai air di relung lautan yang dalam ; tidak akan terguncang waluwpun ombak saling menerjang. Ibarat karang yang tegak tegar, di hantam ombak sedahsyat apapun tidak akan roboh. Tidak ada putus asa, tidak ada keluh kesah berkepanjangan. Yang hanya kejernihan dan keindahan hati. Ia amat yakin dengan janji Allah.
Kita sebagai manusia yang memiliki keyakinan dan keimanan kepada Allah, sebaiknya menyadari bahwa bukan hanya mengandalkan kekuatan otak semata, bukan hanya mengandalkan akal dan kekuatan pikiran semata. Karena sesungguhnya ada kekuatan lain yang lebih dahsyat dari kekuatan otak, akal dan pikiran. Kekuatan ini bukan hanya mengantarkan manusia meraih sukses namun juga mampu mengantarkan manusia pada kemuliaan hidup. Yakni kekuatan hati atau kekuatan hati yang positif, kekuatan hati yang jernih. Kekuatan hati ini memiliki kedahsyatan yang melebihi kekuatan pikiran manusia. Karena hati adalah rajanya, hatilah yang mengatur dan memerintahkan otak, pikiran dan panca indra manusia.
Tuhan melalui berbagai ajaran yang dibawa oleh para Nabi, maupun melalui kitab suci-NYA telah mengajarkan kepada manusia untuk senantiasa mendengarkan suara hati nuraninya. Mengajarkan manusia untuk dapat memelihara kejernihan hatinya, sehingga sifat-sifat mulia yang tertanam dalam hati dapat memancar ke permukaan. Karena di dalam hati manusia sudah tertanam " built in" percikan sifat-sifat "Illahiah" dari Allah Tuhan Sang Pencipta Kehidupan. Diantara sifat-sifat mulia Allah yang tertanam dalam hati manusia adalah sifat kepedulian, kesabaran, kebersamaan, cinta dan kasih sayang, bersyukur, ikhlas, damai, kebijaksanaan, semangat, dan lain sebagainya. Karena itu sesungguhnya kekuatan hati ini sangat "powerfull" untuk meraih kesuksesan dan kemuliaan dalam segala bidang kehidupan.
Di dalam hati tempatnya pusat ketenangan, kedamaian, kesehatan, dan kebahagiaan sejati yang hakiki. Bahkan hati merupakan cerminan dari diri dan hidup manusia secara keseluruhan. Di dalam hati terdapat sumber kesehatan fisik, kekuatan mental, kecerdasan emosional, serta penuntun bagi manusia dalam meraih kemajuan spiritualnya. Hati menjadi tempat di mana sifat-sifat mulia dari Allah swt Sang Pencipta Kehidupan bersemayam. Hati adalah tempat dimana semua yang hal yang terindah, hal yang terbaik, termurni, dan tersuci berada di dalamnya.
Dengan demikian, kekuatan hati ini sangat "powerfull" dan sangat dahsyat dalam membawa manusia meraih sukses dan kemuliaan dalam segala bidang kehidupan. Hati yang jernih akan melahirkan pikiran-pikiran yang jernih dan pada akhirnya melahirkan tindakan-tindakan mulia berdasarkan suara hati nurani. Kejernihan hati dapat menjadikan manusia menjadi mampu betindak bijaksana, memiliki semangat positif, cerdas dan berbagai sifat-sifat mulia lainnya. Dengan hati yang jernih, kita dapat berpikir jernih dan menjalani kehidupan dengan lebih produktif, lebih semangat, lebih efisien dan lebih efektif untuk meraih tujuan.






BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
·    Hati adalah rajanya, hatilah yang mengatur dan memerintahkan otak, pikiran dan panca indra manusia.
·    Sesungguhnya kekuatan hati ini sangat "powerfull" untuk meraih kesuksesan dan kemuliaan dalam segala bidang kehidupan.
·    Hati nurani memiliki 2 aspek yakni: Aspek yang berhubungan dengan apa yang telah dilakukan oleh seseorang yang memiliki hati nurani tersebut dan akibat langsung atau efek yang berhubungan dengan Allah, sebagai pencipta dirinya. Hati nurani juga terkadang mengalami polusi, yakni: polusi kebudayaan, polusi agama, polusi masyarakat, dan polusi kebiasaan.
·    untuk menghentikan segala keserakahan, kemunafikan, iri dengki, dendam,pertikaian, permusuhan, pembunuhan untuk menciptakan keadilan, kesejahteraan/kemakmuran dan kedamaian adalah buka mata hati nurani kita lebar- lebar, pertebal iman dan takwa serta takutlah cuma pada tuhan, cintailah dan tanamkan kasih sayang pada semua makhluk hidup.

3.2 Saran
Mulailah dalam kehidupan sehari- hari dengan menjaga hati.. Percayalah pada kemampuan yang kita miliki pada setiap kita melakukan pekerjaan dengan kata – kata “ Aku Bisa”!!!!! melakukannya! Dan kita juga harus menjadi orang yang beruntung dengan menanamkan di hati kita kata – kata ” nasib ku hari ini hrus lebih baik dari pada hari kemaren.





DAFTAR PUSTAKA

Bertens,K.2007.Etika.PT Gramedia.
Gymnastiar, Abdullah. 2004. Aku bisa!”. Bandung : MQ Publishing.   
Nashrulloh, Ading.2007. FILSAFAT HATI NURANI (Bag.1)
Kate, I. 2001. Artikel Hati Nurani dan Iman. Puskom Universitas Mataram.
http://erabaru.net/kehidupan/41-cermin-kehidupan/5830-apakah-hati-nurani-itu
http://id.acehinstitute.org/index.php?option=com_content&view=article&id=522:menghidupkan-hati-nurani&catid=14:politik-hukum-dan-ham&Itemid=131
http:/4112-hati-nurani.html
http://www.sabda.org/reformed/hati_nurani_dan_moral
http://www.sarapanpagi.org/hati-nurani-vt2713.html
http://www.antara.co.id/view/?i=1174484778&c=ART&s=
www. E – psikologi . com
www. Asmamalaikat.com
www. re-searchengines.com
www. media.isnet.org
www. mail-archiveREZAERVAN. Com
www. rasniardhi.blogspot.com
www. andriewongso.com